Larva Kering, Pakan Tahan Lama
“Larva kering fungsinya sebagai suplemen pakan, bagus untuk pertumbuhan ikan hias misalnya ikan koi, ikan arwana itu bagus, jadi lebih cepat. Bentuk badan ikannya jadi lebih bagus.”
BOGOR - Pakan menjadi hal yang penting dalam usaha peternakan. Limbah pertanian yang biasa digunakan sebagai sumber pakan ternak, belum menjamin nutrisi yang tinggi. Magalarva merupakan perusahaan rintisan atau start-up yang bergerak di bidang pengolahan limbah organik dengan menggunakan larva lalat tentara hitam atau black soldier fly (BSF) untuk memproduksi larva kering sebagai pakan ternak yang tinggi protein dan tahan lama untuk disimpan. Co-Founder sekaligus Chief Marketing Officer (CMO) PT Magalarva Sayana Indonesia (Magalarva), Arunee menjelaskan, larva kering yang di produksinya memiliki masa penyimpanan yang jauh lebih lama.
“Jadi ada juga BSF yang dikeringkan. Sebenarnya dengan kita keringkan, secara logistik jadi lebih mudah, penyimpanan juga jadi jauh lebih lama. Kalau yang masih fresh itu enggak bisa tahan lama. Larva kering fungsinya sebagai suplemen pakan, bagus untuk pertumbuhan ikan hias misalnya ikan koi, ikan arwana itu bagus, jadi lebih cepat. Bentuk badan ikannya jadi lebih bagus,” katanya saat ditemui di kantornya yang ada di Jalan Hambulu, Desa Pabuaran, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat kepada tim JagadTani.id belum lama ini.
Baca juga: BSF, Si Lalat Ramah Lingkungan
Arunee pun menambahkan, produksi larva kering yang dihasilkan oleh Magalarva kurang lebih tiga hingga empat ton per bulan. Sedangkan target pasarnya pun ditujukan kepada para peternak seperti peternak ikan hias.
“Target pasarnya sih untuk yang larva kering bisa ke penjual ikan hias. Tapi sekarang kita juga lagi develop proses untuk membuat si larva ini menjadi tepung, tepung larva yang tinggi protein. Itu nantinya akan menjadi bahan baku di dalam pakan ternak. Jadi, nanti itu juga menjadi sumber protein. Nantinya akan dicampur dengan bahan-bahan lain yang kemudian akan menjadi satu pelet yang utuh,” jelas Arunee.
“Jadi nanti kita lagi percobaan termasuk larva-larva yang gagal dikeringkan. Kan ada larva yang gagal untuk dikeringkan. Nantinya larva tersebut dijadikan tepung. Kita masih riset lagi, karena kan kalau yang sudah dikeringkan itu kandungan minyak di larvanya masih tinggi. Sedangkan kalau untuk dijadikan tepung itu kandungan minyaknya harus rendah. Sekitar 10% kandungan minyak dari si larva nya ini,” tambahnya.
Menurut Adi, salah satu karyawan Magalarva yang mengelola pengeringan larva, dalam mengeringkan larva, hal yang harus diperhatikan yaitu suhu api yang tidak boleh berubah.
“Kesulitannya untuk yang kering itu selama pengeringan larva, api tidak boleh terlalu panas atau sampai gosong. Makanya terus dipantau selama proses pengeringan. Namun juga bagus atau tidaknya selama proses pengeringan itu juga bisa dilihat dari kualitas larvanya. Kalau kualitas larvanya bagus, hasil pengeringan larva juga bisa jadi bagus, begitu pun sebaliknya. Kualitasnya tersebut bergantung dari makanan sampah organik yang dimakan si larva,” kata pria berusia 30 tahun ini.
Baca juga: Metamorfosis Lalat di Pinggiran Bogor
“Agar tidak terlalu panas untuk mengeringkan larva, suhu mesin harus di-setting sekitar 160-200 derajat celsius. Jangan lebih dari itu. Mesinnya juga harus ditunggu supaya suhunya enggak naik sendiri, karena kadang suhunya suka naik sendiri,” tutupnya.