Cerita Djaja Suharja, Sukses Murnikan Puyuh Jepang
Menjalankan usaha burung puyuh petelur sejak tahun 2005, perjalanan Djaja Suharja dalam mengembangkan jenis Puyuh Jepang (Coturnix Coturnix Japonica) tidaklah mudah.
Selain dikarenakan mahalnya harga pengiriman indukan puyuh dari Jepang ke Indonesia, faktor lain ialah karena indukan yang dikirim pun seringkali bukan yang berkualitas.
Baca juga: Mentan Amran: Hilirisasi Pertanian, Kunci Kesejahteraan Petani Indonesia
"Kenapa saya melakukan aktivitas pemurnian, ternyata beli bibit itu tidak semudah itu. Bahwa bibit yang berkualitas itu ternyata tidak seperti itu. Seringkali ditipu waktu dulu saya awal-awal ternak," ungkap lulusan IPB ini.
Dilanjutkan bahwa dari 2000 indukan kadang tersisa hanya 600 ekor. Setelah dipelajari, akhirnya baru diketahui bahwa indukan yang diterima telah mengalami inbreeding atau pernikahan sedarah pada burung puyuh, yang mengakibatkan produktifitas rendah, mudah terserang penyakit, cacat hingga tingkat kematian yang tinggi.


