Strategi Peternak Ulat Dalam Melawan Over Supply
Jagad Tani - Saat masa panen tiba, para petani maupun peternak ulat tentu harus segera memasarkan ulat-ulatnya agar terjadi perputaran ekonomi dan harus disiasati pula saat harga jatuh ketika over supply atau kelebihan jumlah pasokan.
Edi Sumardi salah seorang petani ulat sekaligus pemilik dari usaha Ulat Gacor Farm, menyebutkan bahwa fluktuasi harga (naik turunnya harga) ulat itu berlangsung secara cepat.
Baca juga: Ketahui Penyebab Anak Kelinci Mati Saat Lahir
"Karena yang saya lihat, fluktuasi harga ulat itu naik turunnya relatif cepat, tidak lama. Ya itu seperti bom, (ketika turun harga) selesai bom (lagi) begitu terus, jadi kemungkinan akan naik lagi bisa terjadi dalam waktu seminggu hingga dua minggu ke depannya," jelas Edi.
Bahkan ketika para petani ulat dari kota-kota di pulau Jawa panen dan mulai mensuplai ke kawasan Jabodetabek seperti Depok, maka harga ulat seperti Ulat Hongkong, Ulat Jerman dan Ulat Kandang akan jatuh dipasaran.
"Depok sendiri, di saat mereka (petani ulat dari kota-kota di pulau jawa) sudah panen, kita bakal kebingungan mau menjual kemana. Akhirnya hancurlah harga yang ada di Depok, kalau saya pribadi daripada dijual pada saat harga turun, sedangkan harga tidak sesuai dengan biaya pokok produksi yang menyebabkan kerugian, ya akhirnya saya jadikan kumbang lagi," ungkapnya.
Hal ini bertujuan, agar ketika panen lagi maka jumlah produksi ulat-ulat tersebut akan semakin banyak dan bisa menutupi ongkos produksi yang sebelumnya sudah dikeluarkan.
"Sekarang yang saya fokuskan itu adalah ulat hongkong, karena kebutuhan ulat hongkong itu bukan main permintaannya. Mulai dari permintaan di kios-kios burung, para peternak burung dan juga alhamdulillah ada dari kawan-kawan sales yang coba bantu kita jual," lanjut Edi saat ditemui oleh tim Jagad Tani di lokasi kandang ulatnya di Depok.

