Rektor IPB Dorong Kebangkitan Generasi Tani Muda
Jagad Tani - Ada hal unik yang dilakukan oleh Arif Satria selaku Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) saat membuka pembicaraan pada panel diskusi di Nusantara Food Summit yang berlangsung di ICE BSD, Kamis (06/11). Lewat sebuah candaan yang menjadi pengantar dari isu serius mengenai perubahan sosial dan regenerasi di sektor pertanian dan perikanan, dengan mencontohkan fenomena yang terjadi di Jepang.
“Coba mahasiswa yang masih jomblo angkat tangan. Kalau tidak angkat tangan, tidak saya doakan dapat jodoh," ungkapnya dihadapan para peserta diskusi yang disambut oleh riuhnya suara tawa peserta di Nusantara Hall, pada sesi diskusi yang mengangkat tema Pangan Indonesia 2025: Roadmap, Ketahanan, Kemandirian dan Peluang Industri.
Baca juga: Hasan Basri, Petani Inovatif yang Bangkitkan Semangat Bertani
Menurut Arif, hasil riset di Jepang menunjukkan terjadinya brain drain atau migrasi besar-besaran masyarakat desa ke kota, meskipun kehidupan di desa sudah difasilitasi dengan baik.
“Survei menunjukkan, perempuan-perempuan di Jepang tidak mau menjadi istri nelayan atau petani. Jadi faktor sosial dan gengsi ini sangat berpengaruh terhadap masa depan sektor pangan,” jelasnya.
Oleh karena itu, Arif menerangkan bahwa Indonesia perlu strategi untuk mengangkat gengsi menjadi petani dan nelayan, agar sektor pangan tetap menarik bagi generasi muda. Berbagai inisiatif telah dilakukan oleh IPB dalam melahirkan generasi muda inovatif di sektor pangan. Melalui program talent mapping, IPB mencetak 22 persen pengusaha muda dan 60 persen profesional di bidang pertanian, pangan, dan lingkungan.
Mahasiswa IPB kini menurutnya tak hanya belajar teori, tetapi juga praktik langsung lewat program seperti Start House, CEO’s School, dan Start-up School. Beberapa mahasiswa bahkan sudah berhasil menembus pasar ekspor sejak semester lima, seperti kopi, cabai, hingga pupuk organik hasil fermentasi kotoran kambing yang diekspor ke 11 negara dengan merek Good Thai.
Program unggulan lain adalah “One Village, One CEO”, yang telah berjalan di lebih dari 1.000 desa. Melalui program ini, mahasiswa tingkat akhir atau lulusan baru IPB dikirim ke desa-desa untuk membawa inovasi dan membantu mengembangkan produk lokal hingga layak ekspor.
“Sekarang banyak desa ekspor hasil pertanian berkat inovasi anak muda. Inilah bukti bahwa pertanian bisa keren dan berdaya saing global. Petani sekarang sudah cerdas. Mereka tidak perlu lagi menebak cuaca untuk tanam atau hajatan. Semua bisa diakses secara digital, kalau petani yang tidak kuliah saja bisa sukses, apalagi mahasiswa yang sudah belajar,” tukas Arif.

