Kekayaan Genetik Kambing Lokal Indonesia Timur
Jagad Tani - Di kawasan Timur Indonesia, keberadaan kambing Marica, Lakor, Kisar, dan sejumlah populasi lokal lain mencerminkan kekayaan genetik yang selama ini dibentuk melalui seleksi alami dan praktik budi daya masyarakat setempat. Namun, banyak di antara rumpun ini belum sepenuhnya teridentifikasi dan terkarakterisasi, baik secara fenotipik maupun genotipik.
Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari menegaskan pentingnya pelestarian sumber daya genetik ternak lokal, khususnya kambing, melalui riset mendalam berbasis molekuler dan pendekatan kearifan lokal. Sebab sumber daya genetik ternak lokal tidak hanya bernilai ilmiah, tetapi juga strategis dari sisi ekonomi dan sosial budaya.
Baca juga: Gunakan Burger Sebagai Pakan Ikan Discus Jawara
“Kambing lokal merupakan bagian penting dari sistem kehidupan masyarakat di banyak wilayah Indonesia. Ia menjadi sumber protein hewani yang mudah dijangkau sekaligus aset ekonomi yang bernilai. Jika keragaman genetik hilang, kita bukan hanya kehilangan kekayaan biologis, tetapi juga mengurangi daya adaptasi ternak terhadap perubahan lingkungan dan penyakit,” jelasnya dikutip dari BRIN, Minggu (16/11).
Menurutnya, riset yang difokuskan pada Wilayah Timur Indonesia merupakan langkah yang ditempuh untuk mengungkap potensi, karakteristik, dan garis evolusi kambing lokal yang belum banyak tergali. Riset yang berbasis pada marka molekuler akan memberi pemahaman lebih mengenai hubungan genetik, asal-usul domestikasi, dan keragaman populasi. Sehingga dapat menghasilkan rekomendasi teknologi yang aplikatif untuk mendukung pemuliaan dan konservasi tanpa menghilangkan identitas rumpun lokal.
“Keragaman genetik adalah fondasi ketahanan pangan dan keberlanjutan ekonomi masyarakat peternak,” tutur Puji.
Adapun Procula Rudlof Matitaputty, seorang Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Peternakan BRIN, yang memaparkan hasil penelitian terkait kambing Lakor dari Pulau Lakor, Maluku Barat Daya. Menjelaskan bahwa kambing Lakor memiliki banyak keunggulan, mulai dari produktivitas tinggi, adaptasi lingkungan kering, variasi pola warna, hingga tingkat pertumbuhannya yang cepat.
Berdasarkan hasil risetnya, kambing Lakor termasuk kelompok monofiletik dengan satu garis maternal yang sama, menandakan kemurnian genetik yang kuat. Namun, ada sejumlah kendala lapangan seperti minimnya tenaga kesehatan hewan, rendahnya kapasitas peternak dalam manajemen reproduksi, pemasaran hewan produktif yang belum terarah, serta keterbatasan obat dan layanan kesehatan ternak.
Menurutnya, teknologi molekuler seperti genome sequencing semakin penting untuk mengungkap keragaman genetik dengan akurasi tinggi dan mendukung konservasi plasma nutfah. Tentu kearifan lokal masyarakat juga memainkan peran besar dalam menjaga keberlanjutan populasi kambing Lakor.
“Kambing Lakor memiliki prospek pengembangan yang sangat baik. Tingkat keragamannya menjadi modal penting untuk program pemuliaan dan peningkatan produktivitas. Penelitian lanjutan masih sangat dibutuhkan untuk menggali informasi genetik yang belum terungkap,” tambahnya.
Baca juga: KWT Serua Kembangkan Produk Olahan Bayam Brazil
Sementara itu M. Ihsan Andi Dagong selaku Guru Besar Pemuliaan Ternak Universitas Hasanuddin, memaparkan tentang hasil kajian genetik kambing lokal di Kawasan Timur Indonesia berdasarkan marka SRY dan mtDNA. Menurutnya, kambing didomestikasi sekitar 10.000 tahun lalu dan kini tersebar hampir di seluruh dunia.
Melalui hasil analisis genetika maternal, haplogroup B mendominasi populasi kambing lokal dengan frekuensi 0,950, sementara haplogroup A hanya sekitar 0,050. Sementara itu, untuk marka paternal SRY ditemukan tiga haplotype: Y1AA, Y2A, dan Y2B, dengan Y1AA sebagai yang paling dominan.
“Informasi ini penting untuk menelusuri sejarah domestikasi dan hubungan antar-ras, serta merancang strategi pemuliaan yang lebih presisi,” terangnya.

