• 6 December 2025

Cerita Wanita Tani Kampung Buntar Mengolah Pala

uploads/news/2025/11/cerita-wanita-tani-kampung-28774ead0927b40.jpeg

Jagad Tani - Kelompok Wanita Tani (KWT) Bina Tani di Kampung Buntar, Kelurahan Muarasari, Kota Bogor, terus menghidupkan kembali kejayaan buah pala melalui Kebun Pala Mysari. Upaya pelestarian ini dipimpin oleh Nurhasanah, yang bersama kelompoknya aktif membudidayakan tanaman pala dan mengolahnya menjadi berbagai produk bernilai ekonomi.

Nurhasanah menceritakan, Kampung Buntar telah dikenal sebagai kawasan tanaman pala sejak masa sebelum kemerdekaan, bahkan nama Buntar sendiri berasal dari bunyi tar-tar-tar yang merupakan suara senapan dari Lawang Gintung, yang kala itu digunakan sebagai area sasaran tembak. Kawasan ini dulunya kosong, namun telah ditanami pala yang diperkirakan dibawa masyarakat Belanda dari Maluku.

Baca juga: Tedong Saleko, Kerbau Kasta Tertinggi Masyarakat Toraja

“Dulu tanaman palanya banyak sekali, tapi berkurang karena perambahan lahan untuk permukiman,” ujar Nurhasanah saat ditemui oleh tim Jagad Tani Rabu (19/11) di lokasi kebunnya.

Melihat kondisi itu, akhirnya KWT Bina Tani melakukan restorasi tanaman pala. Dari awalnya yang hanya memiliki 1–2 pohon, kini Kebun Pala Mysari memiliki sekitar 200 tanaman yang tumbuh di lahan seluas 1.200 meter persegi. Tanaman pala tersebar di beberapa titik, berdampingan dengan tanaman sayuran. Saat ini, KWT Bina Tani sudah memiliki 30 anggota yang mayoritasnya merupakan ibu rumah tangga.

Menurut Nurhasanah, tanaman pala sangat adaptif. Meski Maluku identik dengan daerah pantai, namun pala tetap dapat tumbuh subur di dataran tinggi seperti Bogor. Di Kebun Mysari, sebagian besar jenis pala merupakan Pala Banda, namun ada juga varietas Pala Nurpakuan Agribun dengan ukuran buah lebih besar.

Salah satu alasan Nurhasanah serius menggarap pala, tidak lepas dari nilai ekonominya yang stabil. Ia pun ingin mengembalikan popularitas pala sebagai ikon Bogor melalui berbagai produk olahan seperti manisan, cookies pala, teh pala, sirup, selai, permen, hingga minuman segar berbahan daging buah pala. Semua produk dijual di toko oleh-oleh Bogor serta online, dengan harga berkisar Rp 10.000-50.000 per kemasan.

Dalam budidayanya, dilanjutkan oleh Nurhasanah bahwa pala dapat diperbanyak dengan menggunakan bijinya. Selama proses perkecambahan, akan memakan waktu sekitar tiga bulan, setelah dirawat di polybag 1–2 tahun, bibit kemudian baru bisa dipindahkan ke tanah. Sedangkan pohon pala baru mulai berbuah di usia 8–9 tahun dan akan mencapai masa produktif pada usia 20 tahun dengan masa panen raya yang biasanya terjadi pada bulan September hingga November.

“Kalau pohon pala sudah besar, satu pohon bisa menghasilkan 30–50 kilogram per satu kali musim panen. Salah satu keunggulan pala di Kampung Buntar ini bunganya muncul setiap tiga bulan, sehingga kita panen tidak mengenal musim, karena dapat dilakukan sepanjang tahun," terangnya.

Selain itu, pala juga memiliki begitu banyak manfaat, selain dikenal sebagai obat insomnia, pala juga dipercaya dapat membantu meredakan gangguan lambung, memperlancar peredaran darah, hingga mengatasi mual pada ibu hamil.

"Kedepannya semoga Kebun Pala Mysari dapat menjadi pusat edukasi pala bagi masyarakat, dengan berbagai keterbatasan lahan. Pala itu sebenarnya kan tanaman warisan zaman dulu yang sudah jarang dilirik, harapannya, semua masyarakat itu bisa mendapat informasi mengenai tanaman pala, budidaya pala, pengolahan buah pala itu bisa datang kesini. Siapa pun boleh datang belajar tentang budidaya dan pengolahan pala,” pungkas Nurhasanah.

Related News