• 5 December 2025

Mengenali Sistem Kuang dalam Pertanian di Toraja

uploads/news/2025/11/mengenali-sistem-kuang-dalam-75995c76fb341c5.jpeg

Jagad Tani - Di tengah area persawahan Masyarakat Toraja, terdapat kolam mungil berbentuk bulat atau persegi dengan kedalaman sekitar satu hingga dua meter. Warga setempat menyebutnya kuang, dikenal pula sebagai gusean atau kurungan. Meski tampak sederhana, kuang memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan pertanian di dataran tinggi Sulawesi Selatan.

Kuang merupakan bagian dari pengelolaan sawah di Toraja. Fungsi utamanya untuk menampung air hujan dan menjadi tempat pemijahan sekaligus pemeliharaan ikan air tawar. Dalam satu petak sawah dapat ditemukan satu hingga tiga kuang, dindingnya diperkuat dengan bambu, kayu, atau tanaman berakar agar tidak longsor. Kuang menjadi cadangan lauk bagi keluarga pemilik sawah, sehingga menjadi bagian dari strategi pemenuhan pangan.

Baca juga: Tedong Saleko, Kerbau Kasta Tertinggi Masyarakat Toraja

Selain menjaga ketersediaan air dan ikan, area sekitar kuang dan tepian sawah dimanfaatkan juga untuk menanam sayuran, ubi, dan palawija. Kombinasi antara sawah, kuang, dan tanaman pangan menciptakan ekosistem pertanian yang saling mendukung dan ramah lingkungan. Sistem ini membantu menjaga keseimbangan ekologis sekaligus memastikan ketersediaan pangan keluarga.

Dalam praktiknya, kuang tidak bisa dipisahkan dari budaya gotong royong. Di kawasan terasering yang terdiri atas puluhan hingga ratusan petak sawah, distribusi air dilakukan secara komunal melalui saluran tradisional bernama patta’daran. Sawah di bagian atas menyalurkan air ke petak di bawahnya, dan air dipandang sebagai milik bersama yang harus dijaga oleh seluruh petani.

Toby Alice Volkman, seorang peneliti antropologi dari Columbia University, menemukan fakta bahwa masyarakat Toraja telah lama beradaptasi dengan keterbatasan lahan subur akibat kondisi geografis yang berbukit. Pada lahan yang cukup luas, misalnya sekitar dua hektare, petani biasanya membangun tiga kuang dengan fungsi berbeda, yakni untuk kebutuhan konsumsi harian, keperluan upacara adat, dan juga sebagai cadangan ketika menerima tamu. Sehingga mereka tetap mandiri dalam pemenuhan kebutuhan pangan.

Air yang tertampung di kuang, membantu memenuhi kebutuhan sawah dan ikan selama musim kering serta mengurangi risiko kekurangan air. Ikan yang dibudidayakan menjadi sumber protein tambahan bagi keluarga. Kualitas hasil budidaya tetap bergantung pada metode yang digunakan, dan menjadi pilihan bagi banyak petani untuk menjaga keamanan konsumsi.

Kini, sistem kuang dipandang sebagai praktik lokal yang masih relevan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan keterbatasan air. Tradisi ini tentu menunjukkan bahwa pengelolaan alam berbasis pengetahuan lokal memiliki potensi besar untuk mendukung keberlanjutan pertanian. Kearifan lokal Toraja bukan hanya warisan budaya, tetapi juga contoh pendekatan pertanian yang dapat menginspirasi upaya pelestarian lingkungan dan ketahanan pangan.

Related News