• 5 December 2025

Mbah Sadiman, Pahlawan Lingkungan dari Gunung Lawu

uploads/news/2025/11/mbah-sadiman-pahlawan-lingkungan-918305eef3686a4.png

Jagad Tani - Di balik hijaunya lereng selatan Gunung Lawu saat ini, terdapat sosok sederhana yang pernah diremehkan dan bahkan dianggap gila oleh masyarakat setempat, ia bernama Sadiman atau biasa disapa Mbah Sadiman. Seorang pria kelahiran 4 Februari 1952 di Dusun Dali, Desa Geneng, Kecamatan Bulukerto, Wonogiri, Jawa Tengah, yang telah mendedikasikan hidupnya untuk menghijaukan kawasan yang dahulunya gersang.

Kesadaran Mbah Sadiman bermula dari kepedihannya melihat warga mengalami krisis air bersih. Pada saat itu, masyarakat yang tinggal di bawah lereng Gunung Lawu mengalami kesulitan air hingga berdampak pada kekeringan panjang, dan gagal panen. Situasi tersebut berakar dari tragedi besar di masa lalu, kebakaran hebat pada tahun 1964 meluluhlantakkan hutan Lawu bagian selatan. Lereng gunung menjadi gundul, pepohonan habis terbakar. Ketika musim hujan tiba, banjir bercampur lumpur kembali menyapu vegetasi yang tersisa. 

Baca juga: Perjuangan Tisno Mengolah Limbah Cangkang Kerang Hijau

Akibat rangkaian bencana itu, sumber air mengering, tanah menipis oleh erosi, dan warga hidup dalam krisis yang panjang. Melihat kondisi tersebut, Mbah Sadiman merasa harus berbuat sesuatu. Sejak tahun 1990-an, Mbah Sadiman mulai menanam pohon di Bukit Gendol dan Bukit Ampyang, dua bukit yang sebelumnya gersang dan kritis. Tanpa tenaga bantuan, tanpa upah, dan tanpa dorongan siapa pun, ia berpindah dari satu titik ke titik lain, menanam ribuan bibit pohon seorang diri.

Jenis tanaman yang dipilih yaitu seperti beringin, ipik, dan elo, yang semuanya termasuk ke dalam genus Ficus, dari famili Moraceae. Genus ini sering disebut juga sebagai kelompok tanaman ara. Alasannya pemilihan jenis tanaman tersebut, sederhana, sebab akar beringin kuat dan mampu mengikat tanah, sistem perakarannya membantu menyimpan air tanah. Hal itu terbukti, sejak beringin pertama ditanam tahun 1996, mata air perlahan muncul kembali di kawasan tersebut.

Dalam menghadapi keterbatasan biaya satu bibit beringin yang mencapai Rp 50.000, Mbah Sadiman mengembangkan pembibitan nangka dan cengkih. Bibit-bibit ini ia jual atau ia tukar dengan bibit beringin. Sekitar 10 bibit cengkih bisa ditukar menjadi satu bibit beringin. Di sela penghijauan, ia juga menanam kopi Jawa, kopi nangka, dan kopi arabika sejak tahun 2022 sebagai penunjang keberlanjutan kawasan. Lebih dari 11.000 pohon kini tumbuh di Bukit Gendol dan Bukit Ampyang. Vegetasi itu telah memulihkan tanah seluas 250 hektare yang sebelumnya kritis dan gundul.

Dampaknya sangat besar, persediaan air melimpah sepanjang tahun di dua bukit tersebut. Air ini menghidupi lebih dari 340 kepala keluarga di sekitar Desa Geneng. Warga kini memiliki akses air gratis dan mandiri. Resiko erosi, banjir, dan kekeringan menurun drastis. Suhu lingkungan menjadi lebih sejuk dan stabil.

Orang yang dulunya dianggap gila, kini membuktikan bahwa kegiatan pelestarian lingkungan dan penanaman pohon bisa mengubah masa depan sebuah desa. Ketika perjuangannya mulai terlihat hasilnya, penghargaan datang dari berbagai pihak seperti, Solo Award dalam kategori Lingkungan Hidup (2015), Penghargaan Kalpataru untuk kategori perintis lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2016)Kick Andy Heroes Award (2016)detikjateng-jogja Awards (2024), hingga Penghargaan 75 Tokoh Pamomong Jawa Tengah dari Suara Merdeka (2025).

Kini, upayanya tidak lagi dilakukan sendiri. Banyak pemuda setempat bergabung, membantu merawat pohon dan melanjutkan visi besar sang penjaga bumi. Sebagai wujud penghormatan, Gerakan Hijau Bumi (GHB) Wonogiri mengusulkan agar kawasan hutan di Desa Geneng diberi nama Hutan Sadiman. Usulan itu menjadi simbol bagaimana dedikasinya yang mampu menghidupkan kembali ekosistem dan mengubah kehidupan ribuan orang.

 

Related News