BRIN Usulkan Program Helm Biokomposit Kelapa Sawit
Jagad Tani - Sigit Setiawan yang merupakan seorang periset dari Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan (PR EMK) di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menjelaskan tentang potensi pemanfaatan limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) menjadi biokomposit untuk mendukung kemandirian ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Dilanjutkan oleh Sigit bahwa ironi muncul ketika Indonesia menghasilkan sekitar 47 juta ton TKKS per tahun, namun industri otomotif dan pelindung kepala masih sangat bergantung pada bahan baku impor seperti serat sintetik dan polimer plastik.
Baca juga: Badak Jawa Musofa Mati Karena Penyakit Kronis
Keberhasilan riset pembuatan helm berbahan biokomposit sawit yang terbukti lebih kuat, ringan, dan tahan benturan dibanding helm termoplastik standar di pasaran. Seiring proyeksi permintaan nasional sebesar 10,5 juta unit helm per tahun, ia mengusulkan skema kebijakan afirmatif berupa Program Sejuta Helm Biokomposit.
“Simulasi riset kebijakan menunjukkan jika sepuluh persen produksi helm nasional (sekitar 1 juta unit) menggunakan bahan baku biokomposit sawit, Indonesia berpotensi mengurangi ketergantungan impor bahan baku senilai Rp110,4 miliar dan menciptakan permintaan bahan baku biokomposit domestik sebesar Rp21 miliar,” ungkapnya dikutip dari BRIN (30/11).
Adapun dampak kelanjutan ekonominya, diproyeksikan meningkatkan nilai tambah bruto sekitar Rp39,8 miliar, serta meningkatkan upah tenaga kerja sekitar Rp20 miliar, terutama di provinsi sentra sawit seperti Riau, Kalimantan Tengah, dan Sumatra Utara.
CEO PT Intersisi Material Maju, Andika Krisnawati, mengajak masyarakat mengubah paradigma terhadap limbah sawit dari sekadar beban menjadi aset strategis. Dengan TKKS menyumbang 23 persen dari tandan buah segar, dan menilai biokomposit sawit bisa menjawab tantangan lingkungan, ekonomi, dan industrialisasi.
Bahkan bahan biokomposit sawit telah digunakan untuk berbagai produk industri, mulai dari helm berstandar SNI hingga rompi antipeluru. Andika mengakui sejumlah tantangan, seperti biaya molding yang tinggi dan rendahnya edukasi pasar mengenai produk eco-friendly. Serta menegaskan perlunya kolaborasi untuk membangun roadmap ekonomi sirkular biomassa sawit termasuk riset lanjutan, pelatihan UMKM, dan pendirian pilot plant desa berbasis biokomposit.
“Biokomposit adalah katalisator hilirisasi dan alat pemberdayaan UMKM yang krusial, membuka jalan bagi terwujudnya pertumbuhan hijau yang inklusif di Indonesia,” tegas Andika.
Produksi helm motor berbahan biokomposit bermerek green composite helmet (GCH) yang memiliki daya redam benturan, sehingga dapat meningkatkan keselamatan pengendara. Selain helm, riset untuk substitusi Kevlar pada rompi antipeluru kini juga menunjukkan prospek industri yang menjanjikan.

