• 16 December 2025

Hanya Tersisa Dua, Badak Kalimantan Diambang Kepunahan

uploads/news/2025/12/hanya-tersisa-dua-badak-14212a05a390e7f.jpeg

Jagad Tani - Nasib badak Kalimantan kini berada di titik paling genting dalam sejarah konservasi satwa liar Indonesia. Spesies bercula dua ini kini hanya menyisakan dua individu betina yang diketahui masih hidup di dunia, yakni Pahu dan Pari. Keduanya berada di Kalimantan Timur, terisolasi, rentan, dan menghadapi ancaman kepunahan yang nyata, bahkan Status dua badak ini di International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List sudah Critically Endangered, artinya satu langkah lagi akan menuju kepunahan.

Pahu telah lebih dulu diamankan sejak 2018 dan kini dirawat di Suaka Badak Kelian (SBK), Kutai Barat. Sementara itu, Pari masih bertahan sendirian di belantara Mahakam Ulu. Keberadaannya terdeteksi melalui kamera jebak, namun habitatnya terus tertekan oleh deforestasi, aktivitas ilegal, serta risiko jerat satwa yang mematikan. Kondisi ini membuat penyelamatan Pari menjadi agenda mendesak.

Baca juga: Gakkum Telusuri Kerusakan Hutan di Hulu DAS

Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dan BKSDA Kalimantan Timur tengah mempersiapkan langkah krusial berupa translokasi Pari ke Suaka Badak Kelian. Relokasi ini bukan sekadar pemindahan satwa, melainkan upaya terakhir untuk menyelamatkan garis keturunan badak Kalimantan. Sebab, dengan hanya dua individu betina, regenerasi alami tidak mungkin terjadi tanpa intervensi teknologi.

Solusi yang disiapkan melalui penerapan Assisted Reproductive Technology (ART) atau teknologi reproduksi berbantu. Melalui metode ini, sel telur badak Kalimantan akan dibuahi dengan sperma badak Sumatera di luar tubuh, kemudian embrio ditanamkan pada induk pengganti. Pendekatan ini dinilai paling realistisdan menjadi harapan terakhir dan bukan pula menjadi sebuah jaminan keberhasilan, mengingat risiko tinggi jika perkawinan alami dipaksakan pada spesies yang jumlahnya sangat terbatas. 

Keberhasilan teknologi serupa di Suaka Rhino Sumatera (SRS), Taman Nasional Way Kambas, menjadi pijakan optimisme. Dalam beberapa tahun terakhir, pusat penangkaran tersebut berhasil melahirkan anak-anak badak Sumatera, membuktikan bahwa reproduksi berbantu dapat menjadi harapan nyata bagi spesies yang berada di ambang kepunahan.

Namun, tantangan di Kalimantan tidak sederhana. Pari hidup di wilayah dengan aktivitas perambahan hutan dan pencarian gaharu yang masih terjadi. Jerat yang dipasang untuk satwa lain berpotensi mencederai atau bahkan membunuh badak. Karena itu, translokasi dinilai sebagai satu-satunya langkah realistis untuk menyelamatkan Pari sebelum terlambat.

Persiapan pun dilakukan secara serius. Fasilitas karantina berupa boma dan paddock baru seluas 20 hektare tengah dibangun di Suaka Badak Kelian. Pari nantinya akan menjalani masa karantina sekitar tiga bulan sebelum bergabung dengan Pahu. Proses pemindahan dirancang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, masyarakat lokal, hingga pakar nasional dan internasional, demi memastikan keselamatan satwa langka tersebut.

Pemerintah daerah Mahakam Ulu menyatakan dukungan penuh, sekaligus berharap agar badak yang dikenal sebagai Pari Mahulu ini kelak dapat kembali ke wilayah asalnya setelah program pengembangbiakan berhasil. Bagi masyarakat setempat, badak Kalimantan bukan sekadar satwa langka, melainkan simbol kebanggaan dan identitas daerah yang ingin diwariskan kepada generasi mendatang.

Sejarah badak Kalimantan dipenuhi luka. Najaq, badak betina yang ditemukan pada 2015, mati setahun kemudian akibat infeksi jerat. Di Malaysia, badak Kalimantan terakhir bernama Iman juga mati pada 2019. Kini, seluruh harapan dunia tertumpu pada Indonesia, khususnya pada Pahu dan Pari.

Upaya konservasi ini juga menyoroti kenyataan pahit, karena langkah serius baru dilakukan ketika populasi telah menyentuh angka kritis. Oleh sebab itu, selain penyelamatan individu, perlindungan habitat, pelibatan masyarakat lokal, pendanaan konservasi yang berkelanjutan, serta kerja sama internasional menjadi kunci agar tragedi serupa tidak terulang.

Pahu dan Pari bukan hanya sekadar dua ekor badak, mereka merupakan penanda tanggung jawab kolektif manusia terhadap warisan alam di Kalimantan. Jika upaya ini berhasil, tentunya dunia akan menyaksikan salah satu kebangkitan konservasi, namun jika gagal, badak Kalimantan akan hilang selama-lamanya, bukan hanya dari hutan, tetapi dari peradaban. 

Related News