• 21 November 2024

Elang Caraka, Pendeteksi Dini Kebakaran Hutan

uploads/news/2022/01/elang-caraka-pendeteksi-dini-34261d4a0640d61.jpg

Diberi nama Elang Caraka, pesawat tanpa awak yang dapat mendeteksi dini kebakaran hutan hasil penelitian dari Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik UGM. Kemampuan pesawat telah dirancang untuk terbang selama 6 jam dengan jarak tempuh jelajah mencapai 200km sehingga dapat mengawasi suatu wilayah secara autonomous.

Dilansir dari laman UGM, Dr. Gesang Nugroho, S.T., M.T. sebagai pemimpin penelitian mengatakan Elang Caraka dikembangkan dalam menjawab kebutuhan dalam mencegah meluasnya kebakaran huatn di wilayah Indonesia. “Operator dapat mengendalikan pesawat tanpa awak dari jarak jauh serta melihat rekaman gambar secara langsung melalui monitor yang ada di Ground Control Station,” terang Dr. Gesang Nugroho, S.T., M.T. sebagai penelitian.

Baca juga: Dampak pemanasan global pada hewan

Memang dalam kurun waktu belakangan, kawasan hutan di Indonesia mengalami penurunan. Hal ini disebabkan kebakaran hutan dan pembalakan liar. Bahkan secara data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sejak 2016 – 2021 luas kebakaran hutan di Indonesia mengalami peningkatan. Khusus tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar 19,4 persen di banding tahun sebelumnya. Atau terbakar seluas 354,582 ha.

Dengan kondisi geografis, medan lahan gambut yang luas, sulitnya akses, minimnya fasilitas dan terbatasnya sumber daya manusia membuat cukup sulitnya penanganan kebakaran hutan di Indonesia. Salah satu cara untuk dapat mengurangi kebakaran hutan dengan melakukan pemantauan sejak dini. Elang Caraka dapat menjadi salah satu jawabannya atas beberapa permasalahan ini.

Menurut Gesang, diperlukan pendeteksi dini titik api di hutan untuk menghindari meluasnya kebakaran hutan. “Ketika hutan terbakar, jarang ada yang mengetahui titik terbakar hutan tersebut,” ungkapnya.

Baca juga: Kambing penyelamat kebakaran hutan

Untuk melakukan pendeteksi titik api di hutan, selama ini biasanya patroli udara hanya mengandalkan helicopter. Tetapi secara perhitungan, penggunaan helicopter membutuhkan biaya yang tinggi dengan membutuhkan sumber daya terlatih. Dan penggunaan helicopter hanya dapat digunakan pada siang hari. Padahal, kebakaran hutan tidak mengenal waktu. Jika kebakaran hutan terjadi pada malam hari, tentu api akan cepat menyebar karena tidak langsung ditangani.

Keunggulan Elang Caraka sebagai pesawat tanpa awak hasil buatan Teknik Mesin Fakultas Teknik UGM dapat mendeteksi kebakaran berkat terpasangnya sensor cerdas Electrical Nose (Enose). Sensor ini dapat mendeteksi adanya asap sesuai grafik yang terlihat dari hasil sensor Enose. “Enose bekerja seperti halnya hidung manusia, menggunakan larik sensor gas yang mampu mendeteksi asap tersebut,” ungkap Gesang.

Elang Caraka yang menggunakan mesin berkapasitas 30cc memiliki dimensi bentangan sayap sepanjang 3,6 m dan badan pesawat sepanjang  1,92 m dengan bobot 20kg. Untuk melakukan lepas landas hingga mendarat, Elang Caraka hanya membutuhkan landasan sepanjang 90 meter. Sedangkan untuk mengirimkan hasil rekaman udara, sebuah kamera thermal telah terpasangkan sehingga dapat dipantau dari Ground Control Station.

Baca juga: Penanaman Nanas di lahan Karhutla

Dalam penelitian pesawat tanpa awak, tim dari Teknik Mesin Fakultas Teknik UGM memulai dari tahap perancangan dengan aplikasi desain tiga dimensi, manufaktur, hingga uji terbang. “Elang Caraka melakukan uji terbang hingga dapat melakukan misi secara sempurna,” tambahnya.

Diharapkan dengan pesawat tanpa awak ini, selain menekan kebakaran hutan, juga dapat memangkas biaya yang tinggi dan lebih maksimal dalam penggunaannya karena mampu dioperasikan pada siang maupun malam hari. Dengan kemampuan dalam mendeteksi kebakaran secara dini sehingga tim pemadam dapat langsung melakukan pemadaman sebelum titik api membesar dan semakin luas.

 

 

Related News