Sagu, Alternatif Bahan Pangan Pengganti
"Kebutuhan pangan sangat dibutuhkan sehingga beras sebagai sumber karbohidrat selalu diandalkan oleh masyarakat. Tetapi stok beras kerap tidak dapat memenuhi kebutuhan sehingga bahan pangan alternatif, seperti Sagu dapat diandalkan."
Jagadtani - Sagu adalah salah satu sumber karbohidrat yang kaya dan memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Meskipun beras tetap menjadi pilihan utama, kita tidak boleh melupakan alternatif lain seperti sagu ini. Selain beras, sagu telah lama menjadi sumber utama karbohidrat masyarakat di beberapa wilayah nusantara.
Bila dikembangkan pemanfaatanya sebagai bahan pangan pokok, komoditas ini dapat mengatasi masalah ketahanan pangan nasional. Dilansir dari buku Sagu Nusantara (2022) Arifin Muhammad Ade, sagu merupakan produk pangan lokal yang menjanjikan di masa depan karena sagu dapat menggantikan beras.
Dilansir dari detikFood.com sagu dapat disebut sebagai tanaman marginal atau tanaman yang tumbuh di lahan kering, padahal potensinya sangat bagus untuk dijadikan alternatif beras yang mayoritas dikonsumsi di Tanah Air.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tiga kuartal pertama 2022, volume produksi sagu mengalami peningkatan. Namun, pada akhir kuartal tahun 2022, produksi sagu dalam negri justru turun cukup drastis menjadi 1,76 ribu ton. Secara total pada tahun 2022, produksi sagu hutan di Indonesia mencapai 8,94 ribu ton. Sebagaian besar produksi sagu berasal dari pulau Maluku dan papua, mengingat kedua daerah tersebut menjadikan sagu sebagai makanan pokoknya.
Menurut Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika, dikutip dari Kompas.com, Senin (18/3/2024), Sagu berpotensi dikembangkan sebagai alternatif bahan pangan sumber karbohidrat utama nasional. Karena, Indonesia memiliki lahan sagu yang diperkirakan mencapai 5,5 juta hektar yang dimana luas lahan sagu yang mencapai 5,5 juta hektar itu dapat menjadi cadangan pangan sumber karbohidrat yang besar untuk dalam negri, namun pengelolahan sagu belum secara masif dilakukan karena produksi sagu yang belum mencapai banyaknya produksi seperti pangan lainya.
Dilansir dari Kompas.com, bahwa produksi sagu masih dibawah 30% walau berbagai upaya telah dilakukan oleh Kementerian Perindustrian yang terus mendorong pengembangan hilirisasi sagu dalam negeri, namun produksi sagu masih sangat rendah.
Hal itu dikarenakan emplur sagu memiliki sifat yang mudah rusak karena cepat teroksidasi, sehingga industri tidak mampu memperoleh bahan baku empulur sagu dari lokasi yang jauh, seperti diketahui bahwa kebanyakan pembudidayaan sagu berada di daerah Maluku atau Papua sehingga sangat susah bagi industri jika diproduksi oleh daerah yang tanahnya tidak marginal.
Oleh sebab itu pemerintah bekerja sama dengan industri pati sagu menggunakan sagu basah yang dapat memperlambat proses oksidasi sehingga jangkauan bahan baku industri pati sagu semakin luas, serta dapat menjadikan sagu sebagai bahan pangan alternatif selain beras.
Dalam hal ini, pengelolahan sagu basah atau pemanfaatan sagu basah ini mampu memperlambat proses oksidasi, sehingga jangkauan bahan baku industri pasti sagu semakin luas serta dapat memberikan nilai tambah bagi para petani sagu. Pati sagu dahulu sangat dikenal sebagai bahan dasar untuk membuat papeda atau makanan khas orang Maluku dan Papua.
Namun, saat ini pengelolahan sagu semakin meningkat sehingga pengelolahan sagu menjadi produk yang modern seperti mie instan dan beras analog.
Daftar pustaka
Jong, F. S., and Adi Wid6ono. "Sagu: potensi besar pertanian Indonesia." Sumber 47 (1999): 2000.
Bantacut, Tajuddin. "Sagu: sumberdaya untuk penganekaragaman pangan pokok." Jurnal Pangan 20.1 (2011): 27-40.