BRIN Kaji Mitigasi Kanker Batang Buah Naga
Jagadtani - Buah naga atau Hylocereus spp. merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan, namun para petani sedang menghadapi kanker batang.
Serangan penyakit kanker batang yang menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas buah naga. Penyakit ini dapat menghambat pertumbuhan tanaman, menurunkan hasil panen, dan bahkan menyebabkan kematian tanaman jika tidak ditangani dengan baik.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan informasi terkait teknologi inovasi manajemen penyakit sistemik pada komoditas hortikultura, khususnya dalam upaya mendukung peningkatan produksi dan kualitas panen buah naga, BRIN melalui Pusat Riset Hortikultura, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyelenggarakan webinar Horti Active #14 yang bertajuk “Mitigasi Endemisitas Stem Cancer (Neoscytalidium dimidiatum) Mendukung Prospek Bisnis Buah Naga di Indonesia”, Rabu (19/3).
Kepala ORPP BRIN, Puji Lestari menegaskan jika dampak dari penyakit kanker batang ini sangat signifikan baik dari segi ekonomi maupun keberlanjutan usaha pertanian. Petani sering mengalami kerugian akibat tanaman yang mati atau hasil panen yang menurun drastis. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang cara pencegahan dan pengendalian penyakit ini memperburuk situasi, sehingga perlu adanya pendekatan yang lebih efektif dan berkelanjutan dalam mengatasi masalah ini. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai penyebab, gejala, serta metode pengendalian penyakit kanker batang sangat penting untuk menjaga keberlanjutan budidaya buah naga.
“Jika dilihat dari penyebabnya penyakit kanker batang pada tanaman buah naga ini disebabkan oleh infeksi jamur patogen Neoscytalidium dimidiatum. Faktor lingkungan seperti kelembaban tinggi, suhu yang tidak stabil, serta teknik budidaya yang kurang optimal dapat memperburuk serangan penyakit ini,” ungkap Puji.
Puji mengatakan bahwa dengan adanya permasalahan tersebut maka diperlukan penelitian dan inovasi dalam teknik budidaya serta strategi pengendalian penyakit kanker batang, baik melalui pendekatan kultur teknis, penggunaan varietas tahan penyakit, maupun penerapan agen hayati dan pestisida yang ramah lingkungan.
“Saya berharap dengan adanya webinar kali ini para peserta bisa mendapatkan informasi yang jelas terkait dengan teknologi dan riset inovasi dari manajemen penyakit pada komoditas buah naga tersebut dan selain itu diharapkan adanya ide-ide riset baru dan pengembangan teknologi yang sudah ada sehingga dapat bermanfaat untuk masyarakat,” tutup Puji.
Senada dengan hal tersebut Dwinita Wikan Utami, Kepala Pusat Riset Hortikultura, ORPP BRIN menyampaikan bahwa webinar ini pihaknya akan mencoba mengupas terkait penanganan penyakit untuk meningkatkan hasil panen buah naga, karena dari sisi prospeknya buah naga memiliki beberapa peluang bisnis yang cukup baik. “Mudah mudahan apa yang kita lakukan pada pagi ini bisa menjadi bagian dari solusi permasalahan dan sekaligus pengembangan buah naga terkait dengan peningkatan nilai tambah produksi melalui penanganan penyakit yang ketat menggunakan teknologi presisi dan juga proaktif,” ungkapnya.
Jumjunidang, Peneliti Ahli Madya, Pusat Riset Hortikultura, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN dalam materinya yang berjudul “Pengelolaan Penyakit Kanker Batang Tanaman Buah Naga” mengatakan jika ada beberapa faktor pemicu yang menyebabkan kanker batang diantaranya adalah sistem budidaya monokultur, penanaman pada area tercemar patogen, adanya bahan perbanyakan (benih) yang sudah terinfeksi, budidaya sangat intensif (pemupukan dan pestisida), kurangnya pengetahuan tentang teknologi pencegahan/pengendalian sehingga diperlukan pengenalan gejala awal stem canker karena petani mengetahui penyakit tersebut sudah pada stadium lanjut.
Untuk itu diperlukan Pencegahan dan pengendalian penyakit tersebut yang dilakukan baik untuk tanaman yang sudah ada maupun untuk tanaman yang baru akan ditanam. Pengendalian pada tanaman yang sudah ada dilakukan dengan melakukan sanitasi lahan, memberikan kecukupan hara dan air yang seimbang, melakukan monitoring atau pemantauan secara berkala dan ketat terhadap kebun atau tanaman, sehingga penanganan penyakit dapat dilakukan secara dini dengan melakukan pemangkasan dan pemusnahan tanaman bergejala serta melakukan penyemprotan fungisida secara selektif dengan bahan yang disarankan seperti menggunakan bubur bordo, karbendazim, propineb-zinc, tiram, sulfur, sereh wangi 2 ml/l, larutan garam 4-5%.
Untuk pencegahan dan pengendalian pada tanaman yang baru akan ditanam yaitu dengan memilih benih yang sehat dan bebas penyakit, lahan endemis dan tiang bekas tidak boleh digunakan untuk tanaman baru, kemudian tidak ada tanaman sakit di sekitar lahan, sanitasi lahan harus bagus yaitu dijaga kecukupan hara dan airnya, melakukan monitoring dan pemantauan secara berkala dan ketat terhadap kebun atau tanaman, melakukan pemangkasan dan pemusnahan jika ditemukan gejala serta melakukan penyemprotan fungisida minimal sebulan sekali.
“Sebenarnya ada cara yang efektif dan efisien dalam pengendalian penyakit tersebut yaitu dengan menggunakan tanaman tahan, namun sejauh ini tanaman buah naga yang tahan stem canker itu belum ada, dan kami juga sudah melakukan pengujian terhadap 9 klon buah naga yang umum dibudidayakan di Indonesia namun kesembilan klon tersebut sangat rentan terhadap stem canker,” jelas Jumjunidang.
Pada kesempatan yang sama, Theodorus Dedy Tri Kuncoro, CEO of Bhumee Organic dalam paparannya yang berjudul “Prospek Bisnis, Peluang, dan Tantangan Budidaya Tanaman Buah Naga Secara Organik” menjelaskan alasannya memilih buah naga untuk dibudidayakan secara organik diantaranya karena permintaan pasar yang tinggi, harga stabil dan menguntungkan, cepat berbuah dan produktivitas tinggi, perawatan mudah dan tahan cuaca.
“Selain itu budidaya yang kami lakukan ini ramah lingkungan karena tidak membutuhkan pestisida kimia dalam jumlah besar dan bisa ditanam secara organik sehingga dapat meningkatkan nilai jualnya dan membantu menjaga keseimbangan ekosistem karena bunganya diserbuki oleh kelelawar dan serangga,” papar Dedy.
Dirinya juga menambahkan jika budidaya buah naga organik memiliki prospek bisnis yang menjanjikan namun diperlukan strategi budidaya yang inovatif dan ramah lingkungan dan diperlukan kolaborasi antara petani, peneliti, dan pemerintah, investasi pada riset dan teknologi untuk mendukung pertanian organik tersebut.