Jualan Tempe, Solusi Kerja Paling Efisien
Jagad Tani - Perjalanan Aradea Rofik dalam menjalankan usaha tempe sudah dimulai semenjak tahun 1994, saat ia lulus dari SMP dan memutuskan merantau dari Pekalongan ke Bandung untuk ikut bekerja dengan saudara.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya pria yang akrab disapa Aradea ini mencoba membuka usaha sendiri dengan mencari lapak-lapak kosong untuk berjualan. Sampai akhirnya di tahun 2001, ia mulai melapak di Pasar Kecil Pela Mampang, Jakarta Selatan dan berjualan hingga kini.
Baca juga: Upaya Startup Agritech Lokatani Tingkatkan Kualitas Pertanian
Bahkan sebelum memutuskan untuk pindah ke Jakarta, pada tahun 1995-1996 ia juga sempat merasakan berjualan tempe di Nusa Tenggara Timur (NTT), lebih tepatnya di Kota Kupang.
"Sebenarnya berjualan tempe di pasar ini merupakan solusi kerja yang paling efisien, karena kan kalau untuk bekerja di sektor formal minimal lulusan S1, kalaupun lulusan SMA biasanya kan yang sudah memiliki pengalaman. Sementara buat yang putus sekolah, dengan memanfatkan jualan di pasar itu jadi solusi," ungkapnya.
Menurut Aradea, bahkan dalam mencari lapak berjualan tempe pun cukup gampang, sebab pedagang tempe bisa menempelkan lapaknya di mana saja. Mulai dari tukang sayur, pedagang baju, hingga ke tukang daging.
Baca juga: Terapkan Sistem Monitoring Pertanian ala Lokatani
"Soalnya tempe itu nggak kotor, jadi gak usah takut (mau melapak dimanapun)," sambungnya saat ditemui di lapak dagangannya oleh tim Jagad Tani, Kamis (28/08).
Kini dengan melakukan penjualan secara transaksional di pasar, dalam sehari setidaknya Aradea sudah mampu memproduksi sebanyak 200 bungkus tempe skala rumahan, dari total 50 Kg kedelai impor asal Amerika dengan omset yang mencapai Rp 900.000-1.000.000/hari.

