WTO Resmi Berlakukan Pembatasan Subsidi Perikanan
Jagad Tani - Organisasi perdagangan dunia, World Trade Organization (WTO), resmi berlakukan pembatasan subsidi perikanan. Setelah Vietnam, Brasil, Kenya, dan Tonga menyampaikan instrumen penerimaan ke WTO.
Melalui rapat khusus Dewan Umum (General Council) WTO pada hari Senin (15/09), perjanjian ini melarang dan membatasi pemerintah untuk memberikan subsidi atas praktik penangkapan ikan berlebihan atau overfishing, termasuk yang ilegal dan tidak dilaporkan serta penangkapan ikan di perairan internasional di luar yurisdiksi (wilayah) negara.
Baca juga: Rehabilitasi Terumbu Karang Harus Digencarkan
Perjanjian ini mewajibkan anggotanya membatasi atau menekan pengeluaran tahunan yang bernilai miliaran dolar AS untuk subsidi perikanan. Subsidi ini dituding sebagai biang kerok semakin menipisnya stok ikan di laut.
"Di saat sistem perdagangan internasional menghadapi tantangan yang berat, Perjanjian Subsidi Perikanan mengirimkan sinyal kuat bahwa anggota WTO dapat bekerja sama dan bertanggung jawab bersama untuk memberikan solusi bagi tantangan global," papar Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala dalam keterangan di situs resmi, dikutip dari laman resmi WTO (18/09).
Mali dan Oman juga sudah meratifikasi perjanjian itu dan akan menyampaikan instrumen penerimaannya. Perjanjian tentang Subsidi Perikanan ini oleh anggota WTO disebut sebagai tonggak penting, menegaskan komitmen sistem perdagangan multilateral dan planet yang lebih berkelanjutan.
"Perjanjian yang telah berlaku ini menjadi pengingat bahwa banyak tantangan terbesar yang kita hadapi dapat ditangani secara lebih efektif di tingkat multilateral. Masyarakat dan negara membutuhkan multilateralisme yang memberikan hasil," ungkapnya.
Hal ini tentu akan menandai komitmen dan peran kunci para anggota untuk memulihkan stok ikan, melindungi mata pencaharian masyarakat nelayan, dan meningkatkan ketahanan pangan.
Perjanjian tentang Subsidi Perikanan merupakan adopsi dari konsensus pada Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-12 di bulan Juni 2022. Pada dasarnya, prinsip Perjanjian tersebut melarang subsidi untuk penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unregulated, unreported/ IUU fishing), penangkapan ikan terhadap stok ikan yang ditangkap secara berlebihan, dan untuk penangkapan ikan di laut lepas yang tidak diatur.
Baca juga: Pabrik Udang Ditutup, Terkontaminasi Radioaktif
Pada tahun 2021, sekitar 35,5% stok ikan global mengalami penangkapan ikan berlebih. Angka ini melonjak dari tahun 1974 yang mencapai 10%. Diperkirakan, subsidi untuk penangkapan ikan laut mencapau US$35 miliar secara global. Dari angka ini, diprediksi sekitar US22 miliar dianggap merugikan, berkontribusi pada penipisan stok ikan laut.
Kajian Marine Policy pada 2019 menunjukkan, pemerintah di seluruh dunia mengeluarkan dana 35,4 miliar dolar AS per tahun untuk mendukung armada tangkap ikan mereka, termasuk subsidi bahan bakar yang memungkinkan kapal-kapal berlayar jauh. China, Uni Eropa, AS, Korea Selatan, dan Jepang tercatat sebagai pemberi subsidi terbesar. Namun, mereka tidak masuk dalam cakupan kesepakatan WTO.
"Dengan menetapkan aturan yang melarang bentuk terburuk dari subsidi perikanan yang merugikan, Perjanjian WTO tentang Subsidi Perikanan akan membantu melindungi persediaan ikan dunia dan mata pencaharian ratusan juta orang yang bergantung pada perikanan untuk makanan, pendapatan, dan pekerjaan", tulis WTO.

