• 5 December 2025

Gen-Z Pegiat Konservasi Pesisir Utara Tangerang

uploads/news/2025/10/jabrul-gen-z-pegiat-konservasi-3897197fbec6e6d.jpg

Jagad Tani - Dulu, lahan di pesisir Sukawali, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, hanyalah hamparan kosong. Sebagian besar kawasan ini bahkan sempat berubah menjadi tambak udang pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Pohon-pohon banyak yang ditebang, hingga akhirnya  terjadi abrasi laut yang semakin parah. Namun, kondisi itu perlahan-lahan membaik seiring dengan adanya penanaman yang dilakukan oleh tangan-tangan anak muda seperti M. Sahrul Hidayat atau yang akrab disapa Zabrun, seorang pegiat lingkungan dari kalangan Gen-Z yang kini menjadi Ketua Kampung Bahari Nusantara (KBN) di Sukawali.

“Dulu lahan ini kosong. Kata orang sini, dari zamannya pak Soeharto, ramai buat dijadikan tambak udang. Jadi pohon-pohon pun ditebang. Tapi sejak zaman Pak Jokowi, mulai ada rehabilitasi, dan kami ikut turun langsung. Kalau tidak ditanam mangrove, bisa-bisa habis sampai ke jalan. Jadi mau tidak mau, kita harus terus rawat kawasan ini dengan melakukan penanaman,” ungkap Zabrun saat ditemui oleh tim Jagad Tani di lokasi penanaman mangrove.

Baca juga: Harpa Mulut, Alat Musik Tradisional Sahabat Petani

KBN tempat Zabrun bernaung, sebenarnya dibentuk oleh TNI Angkatan Laut (AL) sebagai program pemberdayaan masyarakat pesisir. Di seluruh Indonesia terdapat 77 titik KBN, dan Sukawali menjadi salah satu di antaranya. Menurutnya, setelah awalnya dibina oleh Koarmada I, kini kelompok ini mulai mandiri sejak tahun 2023. Pemilihan lokasi ini pun dinilai karena tingkat abrasi di Pantai Sukawali termasuk salah satu yang terparah di pesisir utara Tangerang. Setiap tahun, daratannya bisa terkikis mulai dari 5 - 8 meter, dan untuk menahan laju abrasi, Zabrun bersama tim membuat APO (Alat Pemecah Ombak) dari bahan sederhana berupa karung yang diisi dengan bambu dan sampah plastik.

“Kami pakai bahan yang ada, mulai dari sampah bambu, kayu, dan plastik yang dimasukkan ke karung. Walaupun sederhana, APO ini bisa bikin sedimentasi dan membentuk daratan baru,” jelas pemuda usia 23 tahun ini.

Walaupun APO ini hanya mampu bertahan selama dua tahun, akan tetapi Zabrun menilai, manfaatnya cukup besar, sebab, sedimentasi alami yang terbentuk dari APO tersebut, dapat membantu memulihkan lahan untuk penanaman mangrove berikutnya. Kawasan mangrove yang dikelola oleh KBN Sukawali mencakup 111 hektare lahan hutan negara di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dari luas tersebut, sekitar 61 hektare sudah terabrasi, dan sisanya menjadi fokus rehabilitasi pada Blok A dan Blok B.

Tampak APO disusun secara bertumpuk dan ditahan oleh tiang-tiang bambu. 
Berbagai jenis mangrove akhirnya mulai ditanam mulai dari Rhizophora Mucronata (bakau panjang), Rhizophora Stylosa (bakau pendek), dan Avicennia (api-api). Sejak tahun 2020, Zabrun dan kelompoknya telah menanam ribuan bibit hasil persemaian sendiri.
 
“Sejak masa COVID-19 banyak yang bantu, mulai dari mahasiswa, CSR, sampai komunitas pecinta alam. Kami tidak hanya menanam, tapi juga rutin melakukan perawatan. Kita tidak mau hanya sekedar seremonial saja. Karena kan pertanggung jawaban juga kita harus ada, jangan cuma mau menanam buat foto, lalu setelah itu ditelantan. Jadi kami rawat sampai benar-benar hidup,” ujarnya.
 
Selain urusan terhadap lingkungan, kegiatan yang dilakukan oleh KBN bersama Angkatan Laut, pada akhirnya juga mempunyai gerakan di bidang pendidikan, dengan membangun sebuah Rumah Pintar yang menjadi tempat belajar anak-anak pesisir, dengan tujuan agar anak-anak yang tinggal di pesisir tetap mempunyai akses pendidikan.
 
“Di sini juga banyak anak yang putus sekolah. Jadi dibuatlah satu bangunan yang biasanya kami sebut Rumah Pintar, itu tujuannya agar anak-anak masyarakat pesisir Sukawali dan anak-anak dari pengunjung yang berwisata di pantai ini bisa belajar dan membaca di rumah pintar ini. Kami pun punya tujuan dengan adanya rumah pintar ini bisa menjadi Pusat Kegiatan Belajar-Mengajar (PKBM) masyarakat, dengan tujuan, nantinya bisa menerbitkan ijazah paket," ucapnya.
 
Bahkan, ia bersama teman-temannya turut mengembangkan edu-wisata mangrove, dengan mengajak masyarakat dan pengunjung untuk belajar tentang ekosistem pesisir. Melalui kegiatan tersebut, nantinya peserta akan diajak menjelajah hutan mangrove, mengidentifikasi jenis tanaman mulai dari akar, buah, dan batang, hingga memanen buah mangrove untuk dijadikan bibit baru.
 
“Mangrove itu punya buah, dan kami panen buat persemaian, biar bisa ditanam lagi. Selain itu, kami juga menjual hasil persemaian bibit mangrove tadi, mulai dari harga Rp. 2.500 per polybag sampai Rp. 5.000 per polybag. Sekarang stock sudah ada sekitar 4.000-an bibit. Jadi ini lagi digencarkan lagi persemaiannya," terang Zabrun. 
 
Meski kegiatan yang dilakukan saat ini sudah berjalan cukup aktif, akan tetapi menurut Zabrun masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah minimnya keterlibatan dari anak-anak muda yang ada di sekitar lokasi tempatnya melakukan kegiatan konservasi.
 

"Yang aktif baru beberapa anak muda, kalau dihitung baru sekitar tiga anak muda sekitar yang terlibat. Padahal target utama kita ya anak-anak muda biar geraknya lebih enak. Cuma berhubung anak mudanya disini masih belum banyak yang terlibat aktif. Jadi mau tidak mau kita harus libatkan yang tua-tuanya terlebih dahulu. Siapa tahu kan dari yang tua bisa menurunkan ke anaknya, dari anaknya menurunkan ke cucunya lalu ke cicitnya, dan segala macam,” tuturnya.

Meskipun bukan orang asli di kawasan tersebut, akan tetapi Zabrun berharap ada lebih banyak orang dan masyarakat setempat ikut serta dalam menjaga lingkungan, bukan hanya untuk mengambil hasil dari potensi yang ada di wilayah pesisir saja, akan tetapi juga demi keberlangsungan lingkungan hidup yang ada di kawasan pesisir utara Tangerang. Sebab, kegiatan penanaman dan pelestarian mangrove bukan hanya menjaga alam, tetapi juga menjaga masa depan generasi pesisir.

 

Related News