• 20 April 2024

239 Sample Adu Rasa di Kompetisi Kopi Terbaik Nusantara

Jagadtani - Sebanyak 239 sampel kopi dari petani kopi di seluruh Indonesia di adu rasa dalam ajang Kompetisi Kopi Terbaik Nusantara di Hotel Galuh Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, 15 - 17 Agustus 2022. Selanjutnya, hasil kopi terbaik ini akan dilelang di acara puncak Jogja Coffee Week ke 2 di Jogja Expo Center (JEC) Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2 - 6 September 2022.

"Ini adalah lomba penilaian dari biji-biji kopi terbaik dari seluruh Indonesia. Yang dilombakan ada tiga kategori antara lain kopi Arabika, Robusta, dan Arabika Wash. Jadi yang dinilai sesuai nama subtitle-nya adalah uji cita rasa kopi. Kita menghadirkan sekitar 12 juri yang sudah bersertifikat," ujar Ketua Panitia Jogja Coffee Week ke 2, Rahadi Abra.

Menurutnya, antusias petani kopi ikut dalam ajang kompetisi ini cukup tinggi. Hal itu dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya semakin banyaknya penikmat kopi. Selain itu, perkembangan usaha di bidang perkopian yang juga meningkat.

Dijelaskan, usaha perkopian khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta cukup pesat. Sesuai data yang dihimpun, ada sekitar 4.000-an kedai kopi dan sekitar 6.000-an angkringan.

"Kedai kopi di DIY menjadi yang terpadat se-Indonesia. Jadi antara jumlah kedai kopi dengan jumlah penduduk itu kita terpadat. Itu belum dihitung dengan angkringan. Jadi kita berharap Yogyakarta menjadi salah satu etalase kopi di Indonesia bahkan di dunia," ujarnya.

Sedangkan dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Yusianto, mengatakan, secara umum, kualitas kopi di Indonesia sudah sangat baik dan terus mengalami peningkatan. Sekarang ini harga Arabika asalan sudah mencapai Rp 80.000 lebih per kilogram. Padahal dulu untuk mutu satu harganya hanya Rp 70.000 per kilogram.

"Harga buah kopi Arabika yang bagus itu sekarang sudah Rp 16.500 per kilogram ceri. Kalau harga Robusta petik merah sudah mencapai Rp 7.800 lebih atau hampir Rp 8.000 per kilogram. Kalau yang petik campuran kira-kira sekitar Rp 5000-an," ujarnya.

Menurutnya, secara umum rata-rata kopi Arabika hampir di semua tempat bagus, kecuali yang belum tersentuh oleh penyuluhan. Sebab, petani yang belum tersentuh penyuluhan terkadang masih petik hijau. Sedangkan petani yang sudah tersentuh penyuluhan dan mengerti harga Arabika maka akan petik merah.

"Karena Arabika ini harganya tiga kali lipat Robusta kalau sudah petik merah. Kalau masih petik hijau dia harganya sama dengan Robusta. Kalau Robusta yang paling baik itu di Pulau Jawa, karena di Pulau Jawa ini sebagian besar sudah petik mayoritas merah. Sedangkan di daerah lain seperti Sumatera misalnya, merahnya baru 10 persen bahkan maksimal 50 persen saja sudah dipetik," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Organisasi dan Keanggotaan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Daerah Istimewa Yogyakarta, Robby Kusumaharta, menyambut baik terselenggaranya Jogja Coffee Week ke 2. Pihaknya berharap dari kegiatan ini akan memunculkan kopi terbaik dan menjadikan nilai tambah usaha di bidang perkopian.

"Jadi acara ini bagian yang sangat penting seperti ketika Yogyakarta berjuang menjadi pusat seni lukis misalnya, tiba-tiba muncul begitu banyak apresiator kemudian banyak kurator yang berdiri. Nah, kalau kopi ini memang saya tahu sekali bahwa adik-adik ini sudah hampir sepuluh tahun lebih bergerak di bidang mamin (makanan dan minuman) khususnya kopi, selama itu mereka menjadikan kopi menjadi suatu produk mamin dan sudah masuk menjadi produk kebudayaan," ujarnya.

Related News