“Sebelum melakukan aksi konservasi terdapat tiga komponen dasar yang mengacu pada International Union for Conservation of Nature (IUCN), yaitu assessment (penilaian status), plan (membuat rencana dan desain, contohnya SRAK, dan action (aksi konservasi on-ground).”
JAKARTA - Akibat dari konservasi lahan, eksploitasi sumber daya alam, dan perubahan iklim global, menyebabkan 12 spesies pohon terancam punah dan masuk ke dalam kategori langka, yang ditetapkan dalam buku Strategis dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK).
“Sebelum melakukan aksi konservasi terdapat tiga komponen dasar yang mengacu pada International Union for Conservation of Nature (IUCN), yaitu assessment (penilaian status), plan (membuat rencana dan desain, contohnya SRAK, dan action (aksi konservasi on-ground),” ujar peneliti bidang botani (konservasi genetika tumbuhan hutan) Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Baca juga: Mengembalikan Kejayaan Kelapa Genjah
SRAK Amorphophallus dan Rafflesia sendiri disusun oleh Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya-LIPI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
SRAK spesies pohon langka adalah SRAK kedua bagi spesies flora yang diterbitkan Indonesia.
SRAK berisikan usulan strategi dan rencana aksi konservasi 12 spesies pohon langka yang disusun LIPI, KLHK, Forum Pohon Langka Indonesia dan, Fauna & Flora International-Indonesia Programme.
Yulita menjelaskan, penetapan status pohon langka didasarkan pada empat kriteria, yaitu kelangkaan, keterancaman, nilai manfaat, dan pelestarian.
“Berdasarkan kriteria tersebut, di susunlah tiga skala prioritas, yaitu Prioritas I, II dan III,” ungkap Yulita.
Prioritas I merupakan kategori kritis yang menuntut untuk segera dilakukan konservasi.
Spesies kategori ini berada dalam kondisi kritis, yang diperkirakan akan punah dalam waktu dekat bila tidak segera dilakukan aksi konservasi.
Sebaran pohon endemik ini sangat sempit (narrow endemic), populasi sangat kecil, serta status ancaman masih terus berlangsung.
Spesies yang termasuk dalam kategori ini, yaitu Palahlar (Dipterocarpus littoralis), Lagan Brass (Dipterocarpus cinereus), Resak Banten (Vatica bantamensis), dan Resak Brebes (Vatica javanica ssp. Javanica).
Sedangkan pada prioritas II, termasuk jenis pohon yang mendesak untuk dilakukan konservasi.
Kategori spesies ini memiliki tingkat keterancaman tinggi, serta ancaman kepunahan yang terus berlangsung.
Sebaran geografisnya lebih luas meliputi lintas pulau, tetapi memiliki sebaran dan ukuran populasi yang terbatas.
Upaya budidaya telah dilakukan, tetapi belum optimal untuk mengembalikan populasi alam ke tingkat aman.
Spesies pohon ini yaitu, Damar Mata Kucing (Shorea javanica) dan Kapur (Dryobalanops sumatrensis).
Sedangkan di prioritas III, merupakan jenis pohon yang perlu aksi konservasi dengan sebaran pohon endemik yang cukup luas, tetapi punya tingkat keterancaman tinggi.
Spesies-spesies ini antara lain yaitu, Ulin (Eusideroxylon zwageri), Mersawa (Anisoptera costata), Tengkawang (Shorea pinanga), Durian daun (Durio oxleyanus), Durian burung (Durio graveolens), dan Saninten (Castanopsis argentea).
Yulita mengungkapkan, status salah satu spesies pohon prioritas I, yaitu Lagan Brass pernah dianggap punah (Extinct in the wild/EX) sejak 1998.
Namun, jenis tersebut ditemukan kembali oleh Tim Ekspedisi Kebun Raya Bogor pada 2015, sehingga status konservasinya diperbaharui menjadi “critically endangered” berdasarkan kategori dan kriteria IUCN.
Selain itu, dua spesies lain prioritas I juga dalam kategori CR, sedangkan Resak Brebes belum memiliki status konservasi.
Dua spesies prioritas II dan III masuk dalam kategori endangered (EN) dan tiga spesies lainnya vulnerable (VU), sedangkan tiga spesies lainnya belum dilakukan penilaian.
Penilaian status konservasi tingkat nasional sendiri sudah dilakukan terhadap sembilan spesies.
Selain status konservasi, enam spesies telah mendapat status perlindungan jenis oleh undang-undang.
Namun, penilaian status perlu segera diperbarui, mengingat telah terjadi kelangkaan populasi yang diduga cukup pesat.
Baca juga: Gayam, Pohon Langka Kaya Manfaat
Berbagai aksi konservasi sendiri telah dilakukan guna menyelamatkan populasi spesies pohon langka.
Upaya tersebut meliputi, konservasi in situ dan ex situ, serta skema pemanfaatan berkelanjutan pada agroforestry (wanatani) berbasis masyarakat.
Upaya konservasi ex situ yang telah dilakukan antara lain, melalui pembibitan dan penanaman di luar area habitat alami, termasuk di area kebun koleksi.