• 26 April 2024

Berkenalan dengan Kelengkeng Super Sleman

uploads/news/2021/02/berkenalan-dengan-kelengkeng-super-724454d367bc879.jpg

Keunggulan kelengkeng super sleman ini adalah memiliki ukuran buah relatif lebih besar dengan daging buah tebal dan biji kecil.”

JAKARTA - Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil mengembangkan varietas kelengkeng unggul yang dinamai kelengkeng Super Sleman (SS). 

"Keunggulan kelengkeng super sleman ini adalah memiliki ukuran buah relatif lebih besar dengan daging buah tebal dan biji kecil," ujar peneliti dari Fakultas Biologi UGM, Prof. Budi S Daryono, S.Si., M.Agr.Sc., Kamis (4/2) kemarin dalam keterangannya.

Menurutnya, kelengkeng ini potensial dibudidayakan mulai dari pesisir pantai hingga dataran menengah dengan ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut.

Tak hanya itu, kelengkeng yang lahir dari inovasi Prof. Budi dan Yusuf Sulaiman, S.IP., ini juga dapat dikembangkan di lahan karst.

Baca juga: Sepuluh Khasiat Kemanisan Kelengkeng

Prof. Budi menjelaskan, kelengkeng SS ini telah dikembangkan sejak 2015 silam.

Kelengkeng ini berasal dari persilangan antara kelengkeng KD dengan kelengkeng LD.

Sementara untuk pangkal stek menggunakan kelengkeng lokal.

Selain itu, kelengkeng jenis ini memiliki cita rasa manis dengan kadar gula 22-23 brix.

Berat per buahnya sendiri mencapai 9,74-10 gram.

Adapun diameter biji 1,1-1,3 centimeter dan berat biji 0,96-1,53 gram.

Prof. Budi menambahkan, varietas kelengkeng SS ini dapat berbuah sepanjang waktu atau tidak terpengaruh musim dengan pemberian induksi fitohormon atau POC untuk pembungaan dan pembuahan.

Dalam sekali panen, dari satu pohon yang berusia 2 tahun bisa mencapai 2-4 kilogram dan 3 tahun 4-6 kilogram. 

Baca juga: Panen Kelengkeng dengan Sistem Surjan

"Setelah umur 4 tahun akan mencapai 10-25 kilogram per pohon tergantung jumlah pembungaan dan penyerbukan menjadi buah," terang Dekan Fakultas Biologi UGM ini.

Kelengkeng SS juga memiliki pangsa pasar yang luas untuk dibudidayakan.

Varietas ini juga telah lama dibudidayakan oleh masyarakat binaan Fakultas Biologi UGM di beberapa wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), seperti di Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman; Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul; Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo; serta Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.

Related News