Perspektif Alat Tangkap Ikan Berkelanjutan Indonesia
Jagadtani - Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Mohammad Imron menyampaikan beberapa hal berkenaan dengan pengembangan perikanan tangkap yang unggul dan keberlanjutan di Indonesia.
Ia memaparkan, bahwa pengembangan alat penangkapan ikan yang efektif dan ramah lingkungan sangat dibutuhkan saat ini. Alat tangkap yang efektif belum tentu ramah lingkungan begitu juga sebaliknya. Solusi alat tangkap yang dikatakan tidak ramah lingkungan dapat tetap dioperasikan dengan memperbaiki konstruksi atau metodenya.
"Contohnya penggunaan alat tangkap trammel net yang merupakan hasil modifikasi dan digunakan untuk mengganti alat tangkap trawl yang dilarang dioperasikan," kata Imron saat konferensi pers pra orasi ilmiah bertajuk "Perspektif Perikanan Tangkap yang Unggul dan Keberlanjutan di Indonesia" secara virtual, Kamis (8/12).
Dijelaskan, trammel net merupakan jenis alat penangkapan ikan yang berpeluang besar menggantikan cantrang dalam memanfaatkan sumberdaya demersal. Konstruksi trammel net perlu diperbaiki agar jumlah tangkapannya semakin meningkat sehingga nelayan berminat untuk menggunakannya.
Cantrang sendiri juga tetap dapat dioperasikan jika ada perbaikan terhadap konstruksi dan metodenya. Alat tangkap cantrang ini dapat dimodifikasi sebagai pencegahan tertangkapnya spesies yang dilindungi atau mengurangi bycatch maupun discard serta tertangkapnya spesies yang sama tapi belum termasuk dalam kategori layak tangkap (juvenil).
Nelayan, lanjut Imron, sebagai aktor utama dalam aktivitas penangkapan ikan. Seyogyanya mereka perlu memperhatikan beberapa hal sebelum melakukan aktivitas penangkapan, seperti; jenis alat yang digunakan serta metode pengoperasian alat tangkap tersebut.
"Sebagai seorang nelayan, tentu saja memiliki pengalaman yang jauh lebih banyak dalam melakukan penangkapan ikan. Akan tetapi, nelayan perlu menyadari dampak dari penggunaan alat tangkap tersebut tanpa sekedar mementingkan hasil tangkapan yang melimpah," tandasnya.
Selanjutnya atau yang kedua, pengembangan instrumen kapal penangkap ikan dengan digitalisasi dan terkoneksi di pelabuhan perikanan seperti; pemanfaatan data VMS, e-logbook dan penginderaan jauh untuk daerah penangkapan ikan akan menghasilkan keakuratan data, sehingga pengelolaan lebih baik dan terukur.
Ketiga, adalah awak kapal penangkap ikan yang dibekali dengan beberapa keahlian (skill) merupakan tuntutan zaman, dan akan menjadikan sumber daya manusia (SDM) perikanan tangkap unggul sehingga terwujudnya keberlanjutan.
Implementasi PP 27/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan yang mengacu pada UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, UU 45/2009 tentang Perikanan. Dengan demikian, kata Imron, tantangan SDM perikanan tangkap harus memiliki sertifikat keahlian dan sertifikat keterampilan agar dapat menjadi SDM yang unggul dan tangguh.
Sertifikat kompetensi keahlian itu terdiri dari; sertifikat ahli nautika kapal perikanan, ahli teknika kapal perikanan, ahli penangkapan ikan, dan rating kapal perikanan.
Sedangkan sertifikat keterampilan terdiri dari; basic safety training fisheries (BST-F), operasional penangkapan ikan, keterampilan penanganan ikan, refrigerasi penyimpanan ikan, perawatan mesin kapal perikanan, dan operator radio.
Keempat, penguatan hak ulayat perairan daratan dan laut di Indonesia harus menjadi perhatian utama dalam membuat rancangan kebijakan yang akan ditetapkan.
Menurutnya, tidak kalah pentingnya mengharmonisasikan kearifan lokal, konservasi dan modernisasi untuk mewujudkan perikanan tangkap yang unggul dan berkelanjutan. Tujuan kearifan lokal dan konservasi sendiri memiliki kesamaan yaitu ingin melindungi habitat, keanekaragaman hayati, perlindungan species dan meningkatkan sumberdaya ekonomi.
"Implikasinya adalah agar kearifan lokal dan konservasi tidak dapat dipisahkan, lanjutnya bagaimana memadukan keduanya dengan modernisasi? Ketiga komponen itu harus berjalan bersama dan tidak dapat dipisahkan, kearifan lokal dan konservasi butuh pengembangan yang modernisasi untuk pengelolaan berkelanjutan," paparnya.
Ia mencontohkan seperti proses modernisasi teknologi penangkapan ikan berbasis kearifan lokal di Aceh (Panglima laot). Kemudian beberapa wilayah di Indonesia telah membagi zonasi antara wilayah konservasi dan perikanan tangkap berbasiskan kearifan lokal.
Contoh lainnya, yakni modernisasi perahu atau kapal yang dibuat secara kearifan lokal tetap handal dan dapat dipadukan dengan perlengkapan teknologi yang mendukung, inovatif, ramah lingkungan dan lain sebagainya.
Kelima, yakni perikanan rekreasi dapat menjadi penggerak ekonomi baru di Indonesia, dilihat dari potensinya, letak geografis dan geopolitik, jika momentum itu dapat dikelola dan dikonsep dengan baik.
Sedangkan keenam, kata Imron, pemberantasan IUU Fishing harus segera diselesaikan, karena berdampak pada aspek ekologi yakni berkaitan dengan keberlanjutan dan kelestarian sumberdaya perikanan, dengan fakta bahwa beberapa praktiknya menggunakan bahan-bahan berbahaya dan alat tangkap yang dapat merusak lingkungan.
Terakhir, strategi pengembangan perikanan tangkap yang unggul dan berkelanjutan dapat dilakukan dengan standarisasi, rasionalisasi, nasionalisasi, modernisasi serta harmonisasi. Implementasinya dengan prinsip yang setidaknya dapat mencakup skema MGT (mapping, gear type selection, and TAE Management).
"Skema ini diharapkan mengurangi dampak dari kegiatan penangkapan terhadap sumberdaya dan lingkungan guna mendukung perikanan tangkap yang unggul dan keberlanjutan," pungkasnya.