• 10 May 2025

BRIN Bahas Inovasi Pemuliaan Ternak Demi Rumpun Baru

uploads/news/2025/04/brin-bahas-inovasi-pemuliaan-36389ee8b24c164.jpg

Jagadtani - Dengan mengangkat tema "Inovasi Teknologi Pemuliaan Ternak untuk Percepatan Pembentukan Rumpun Baru", Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Peternakan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP), menggelar webinar Risnov Ternak #2, pada Selasa (15/4).

Kegiatan ini membahas peluang dan prospek penerapan teknologi pemuliaan dalam mendorong pembentukan rumpun ternak unggul yang adaptif, produktif, dan tahan terhadap penyakit.

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari, menyatakan bahwa penelitian genetik dan genomik telah dilakukan sejak lama untuk meningkatkan kemampuan pemuliaan ternak. Inovasi teknologi pemuliaan diharapkan dapat mempercepat pembentukan rumpun baru yang produktif, tahan penyakit, dan adaptif terhadap lingkungan lokal. 

Pemuliaan ternak menawarkan peluang signifikan bagi masyarakat, terutama dengan memaksimalkan rumpun lokal yang adaptif terhadap kondisi pertanian setempat untuk meningkatkan swasembada daging. “Penerapan teknologi bioinformatika dan analisis data genetik memungkinkan identifikasi sifat unggul dengan lebih akurat, sehingga mempercepat pembentukan rumpun ternak baru yang memiliki potensi produksi tinggi dan daya tahan yang lebih baik,” ujar Puji.

Kepala Pusat Riset Peternakan BRIN, Santoso, menyampaikan bahwa webinar ini bertujuan untuk menggali inovasi dan teknologi pemuliaan ternak guna mempercepat pembentukan rumpun ternak unggul nasional. Pemuliaan ternak menjadi solusi strategis untuk menghadapi tantangan tinggi dengan memanfaatkan teknologi inovatif untuk menghasilkan ternak berkualitas tinggi, tahan penyakit, dan adaptif terhadap lingkungan yang berubah. 

Webinar ini tambahnya, diharapkan dapat memberikan informasi mendalam tentang penetapan rumpun melalui analisis molekuler, program pemuliaan ternak, dan inovasi teknologi seleksi molekuler. “Diskusi konstruktif dan kolaborasi solid dapat mempercepat penerapan inovasi teknologi pemuliaan ternak di lapangan, memberikan solusi praktis bagi pelaku usaha peternakan, dan berkontribusi pada pengembangan sektor peternakan nasional yang berkelanjutan,” harap Santoso.

Sementara itu Peneliti Ahli Utama BRIN, Anneke Anggraeni, menyoroti peningkatan konsumsi protein hewani di Indonesia memerlukan perbaikan produktivitas dan kualitas sumber daya genetik ternak lokal secara lebih cepat.

Namun, kinerja Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT) lokal masih belum optimal dalam hal produktivitas, konversi pakan, ketahanan penyakit, dan adaptasi iklim. “Inovasi teknologi pemuliaan ternak dapat menjadi opsi strategis untuk menjamin ketersediaan protein hewani yang mencukupi, berkualitas, dan mendukung ketahanan pangan nasional,” paparnya.

Menurutnya, perbaikan produktivitas SDGT telah dilakukan oleh pemerintah dan swasta melalui pengembangbiakan SDGT nasional yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga galur. Konsep program pemuliaan terutama pembentukan rumpun baru harus melalui tahapan yang sistematis. Pemuliaan modern dapat mempercepat pembentukan rumpun baru dengan memanfaatkan teknologi genetika molekular, data genomik, dan bioteknologi reproduksi.

Namun demikian, Anneke mengungkapkan, pemuliaan ternak modern juga memiliki kendala seperti kurangnya sarana prasarana dan kesiapan teknologi yang canggih, biaya yang besar, dan kurangnya tenaga ahli. Di sisi lain, pemuliaan ternak modern juga memiliki peluang seperti memperbaiki kualitas genetik SDGT lokal secara cepat dan efisien, meningkatkan kualitas dan diversifikasi produk ternak, dan menjalin kemitraan dengan negara maju.

“Prospek ke depannya dari aplikasi pemuliaan ternak modern antara lain; dapat meningkatkan produksi pangan hewani nasional, meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan industri peternakan nasional, memperkuat ketahanan pangan dalam negeri, dan meningkatkan daya saing produk ternak di pasar internasional,” sebut Anneke.

Bersamaan dengan itu, Ketua Koperasi Peternak Akar Rumput, Puthut Dwi Prasetyo, mengungkapkan inisiatif pengembangan kambing perah sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan protein hewani. Pihaknya telah mengintroduksi tiga ras kambing perah—Anglo Nubian, British Alpine, dan Toggenburg—untuk menjawab permintaan susu dan bibit yang meningkat.

“Ras Anglo Nubian memiliki potensi besar sebagai kambing perah unggul di Indonesia karena daya adaptasinya yang tinggi terhadap iklim tropis dan pakan lokal,” ungkap Puthut. Ia berharap pemerintah dapat mendukung pengembangbiakan ras ini secara masif guna memperkuat posisi peternak lokal.

Webinar ini diharapkan menjadi wadah kolaboratif untuk memperkuat implementasi teknologi pemuliaan dan membangun ekosistem peternakan nasional yang berkelanjutan. 

Related News