• 29 March 2024

Cegah Karhutla dengan Gerunggang

uploads/news/2019/10/cegah-karhutla-dengan-gerunggang-53493f1bf9cc86f.jpg

Karena mampu menjaga kelembaban lahan gambut sekitar 80% suhu di bawah 30o C, pohon gerunggang dinilai dapat mencegah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

RIAU - Pohon gerunggang direkomendasikan oleh Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan (BP2TSTH) Kuok, Riau, sebagai salah satu tanaman rehabilitasi pada lahan gambut. Selain termasuk jenis pionir dan fast growing, gerunggang juga memiliki toleransi hidup pada lahan tergenang. Ini karena gerunggang memiliki nilai kalor rendah sekitar 16 kJ/g, sehingga tidak mudah terbakar, serta termasuk jenis yang tahan terhadap perubahan iklim.

Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam keterangan tertulisnya meyakini jika gerunggang dapat berkontribusi dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kerap melanda lahan gambut di Indonesia. Apalagi pada tahun-tahun dengan fenomena El Nino yang bersamaan dangan musim kemarau, seperti yang terjadi pada 2015 lalu dan pada tahun ini.

Berdasarkan penelitian BP2TSTH Kuok, diketahui jika gerunggang mampu menjaga kelembaban lahan gambut sekitar 80% suhu di bawah 30o C. Gerunggang juga dinilai dapat beradaptasi pada lahan gambut dengan tinggi permukaan air tanah hingga 20 cm di bawah permukaan tanah, jika dibandingkan jenis lokal lainnya seperti mahang, skubung, bahkan dibandingkan jenis eksotik Acacia crassicarpa.

Hasil penelitian BP2TSTH Kuok juga menunjukkan persentase umur gerunggang pada kondisi tersebut dapat mencapai umur 5,5 tahun sebesar 80%. Ini jauh lebih besar dibandingkan persentase tumbuh A. crassicarpa yang kurang dari 30% maupun mahang (65,6%) dan skubung (<40%).

Dari aspek ekonomi, jenis asli pada lahan gambut ini cukup menjanjikan. Hasil penelitian BP2TSTH Kuok menunjukkan jenis kayu ini cocok untuk pulp semi mekanis, yang diperuntukkan untuk campuran kertas koran dan majalah. Jenis ini memiliki serat yang cukup panjang, yakni 1.327 μm, lebih panjang dari serat A. crassicarpa sebesar 1.166 μm yang merupakan salah satu tanaman utama penghasil pulp.

Karakteristik gerunggang lainnya yaitu memiliki produktivitas sebesar 13,1 m3/ha/tahun dan konsumsi kayu untuk memproduksi 1 ton pulp sebesar 4,55 m3/ton (gerunggang alam) dan 4,83 m3/ton (gerunggang tanaman). Nilai produktivitas gerunggang tersebut memang hanya sekitar 40% dari produktivitas A. crassicarpa dan konsumsi kayunya pun masih lebih tinggi dibandingkan A. crassicarpa yang sebesar 4,13 m3/ton. Namun, dengan teknologi pemuliaan tanaman, terbuka peluang untuk meningkatkan produktivitas gerunggang tersebut.

“Tanaman jenis lokal penghasil pulp tersebut masih memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut dari silvikultur dan pemuliaan tanaman untuk mendapatkan produktivitas yang optimal,” jelas Ahmad Junaidi, S.Si., M.Sc., peneliti serat pada BP2TSTH Kuok.

Hasil penelitian BP2TSTH Kuok juga mengindikasikan jika kayu gerunggang alam dan tanaman memiliki sifat kimia (ekstraktif, selulosa, dan hemiselulosa) dan dimensi serat yang sama, kecuali kadar lignin. Sifat pulp kraft kedua kayu geranggang juga memiliki sifat yang sama terutama rendemen dan bilangan Kappa, kecuali kadar lignin. Kondisi ini mendukung potensi gerunggang dikembangkan sebagai tanaman alternatif penghasil pulp.

Potensi lain dari gerunggang yaitu, bunganya mengandung nektar yang disukai lebah penghasil madu sehingga dapat mendukung budidaya lebah madu pada lahan yang ditanami gerunggang. Selain itu, berdasarkan informasi yang dihimpun BP2TSTH Kuok dari beberapa buku dan jurnal ilmiah nasional dan internasional diketahui jika gerunggang juga memiliki keistimewaan lain.

Kayunya selain cocok untuk pulp, juga dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan gitar dan biola (kayu akustik). Kemudian, kulit batang gerunggang pun diketahui berpotensi menjadi bahan baku obat kanker, dan bahkan peneliti di Thailand menyebutkan daun dan rantingnya berpotensi sebagai anti-HIV.

Secara sosial, gerunggang juga mendapat dukungan masyarakat. Di Riau, misalnya, masyarakat Bengkalis dan Kepulauan Meranti sudah turun temurun familiar dengan gerunggang. Masyarakat memanfaatkan kayunya antara lain untuk cerocok dan bahan bangunan rumah. Bahkan, sudah tumbuh inisiatif untuk melestarikannya, antara lain dengan membentuk kelompok-kelompok tani untuk melakukan budidaya gerunggang.

Melihat keistimewaan gerunggang, baik secara ekologi, ekonomi dan sosial tersebut, maka gerunggang layak didorong dan dilibatkan menjadi bagian penting dalam sistem besar pencegahan karhutla di lahan gambut. Penelitian lebih intensif terhadap jenis lokal ini pun telah dan sedang dilakukan BP2TSTH antara lain mencakup budidaya, sifat kayu dan pemanfaatannya.

Plot gerunggang pun sudah berhasil dibangun, bahkan sudah bisa dijadikan sebagi sumber benih. Tentu tidak ada yang instan. Dalam prakteknya, keberhasilan akan ditopang oleh hasil riset yang memadai. Untuk itu, dukungan terhadap riset gerunggang pun perlu diberikan secara optimal.

Related News